Rabu, 20 Januari 2021

Review Buku "The Critique of Pure Reason" Karya Immanuel Kant

 Kant memberi pendahuluan dengan pernyataan bahwa pengetahuan dimulai dari pengalaman, namun tidak berarti bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman. Pertanyaan Kant adalah apakah ada pengetahuan yang bebas dari pengalaman indra manusia. Menurutnya, a priori adalah “is absolutely so of all experience, pure knowledge.” Sedangkan a posteriori berasal dari pengamatan dan pengalaman, dan berasal dari metode induksi. Kebenaran a priori dibagi dua, yaitu judgment a priori, yaitu sebuah kebenaran apabila kita memiliki sebuah proposisi yang mengandung ide kepentingan dalam konsepsinya; sementara itu absolut a priori adalah kebenaran yang tidak datang dari proposisi apapun.

Kant berusaha membela pendapatnya ini dari Hume, yang memang beranggapan bahwa semua pengetahuan berasal dari a posteriori. Argument Kant adalah bahwa ada pengetahuan yang memang sudah ada a priori tanpa kita perlu mengamati untuk mengetahui bahwa pengetahuan itu adalah benar.

Pertanyaan selanjutnya adalah, Bagaimana pengetahuan kita bisa sampai kepada pengertian a priori ini, dan sejauh apa kebenaran yang dimilikinya (5)? Kant menganggap bahwa pengetahuan a posteriori adalah keinginan manusia untuk merasa nyaman dalam pengetahuan yang mereka bisa selidiki dan pahami. Manusia takut untuk bertanya dan menjawab kontradiksi yang tidak bisa mereka buktikan secara empiris.

Menggunakan teori gua Plato, Kant mengungkapkan bahwa pengetahuan sesungguhnya berada di luar indra perasa manusia yang terbatas. Semua pengetahuan kita sebenarnya sudah ada tanpa harus melalui pengalaman, justru pengamatan hanya akan mendistorsi atau menguatkan pengetahuan yang sudah kita miliki sebelumnya.

Kant kemudian membedakan antara penilaian analitis dan sintetis. Penilaian analitis adalah mereka yang predikat dan subjeknya dihubungkan oleh identitas misalnya "semua tubuh itu berat”; sementara ketika predikat dan subjek dihubungkan tanpa identitas dia disebut sebagai penilaian sintetis, misalnya “semua tubuh akan bertumbuh”. Penilaian sintetis bisa diperoleh tanpa pengamatan dan sudah ada secara a priori.

Dengan pemahaman ini, Kant lebih jauh berargumen bahwa dalam semua ilmu sains, pengetahuan a priori adalah prinsip dasar dalam menentukan langkah selanjutnya. Dia menunjukkannya dalam bidang matematika, fisika, dan metafisika. Semua hasil matematika adalah pengetahuan a priori, yang kemudian diamati dan dibuatkan langkah menuju pengetahuan itu. Kant memberi dua contoh: misalnya “7+5 = 12”, dan “garis lurus antara dua titik adalah jarak terpendek antara keduanya.” Kedua pengetahuan ini kita ketahui tanpa menyelidikinya. Penelitian lebih lanjut hanya membantu kita memastikan pengetahuan ini. Meskipun ada beberapa perhitungan matematis yang muncul dari pengetahuan analitis, kita hanya bisa membuktikannya melalui pengamatan sesudah kita menerima rumus tersebut secara a priori. Dalam fisika, banyak rumus dan presuposisi yang diberikan berasal dari pengetahuan a priori, dan demikian juga dalam metafisika.

Pertanyaan penting selanjutnya adalah, bagaimana pengetahuan sintetis secara a priori adalah mungkin? Di sini Kant mengkritik Hume yang menurutnya tidak pernah sampai kepada ilmu yang murni. Menurut Hume, ilmu metafisika, di mana semua hal memiliki akibat terhadap yang lain, adalah sebuah pemikiran yang tidak rasional. Menurut Hume metafisika muncul dari nalar atau pemikiran yang berlebihan yang muncul dari pengalaman namun diberi penjelasan seolah-olah dia berasal dari logika.

Kant berhasil menunjukkan perbedaan antara a priori dan a posteriori dan mempertahankan pentingnya pengetahuan a priori. Di bab awal ini Kant memberikan garis besar mengenai apa yang dia mau tulis dalam bukunya. Satu hal yang penting untuk dicatat dalam membaca Kant lebih lanjut adalah bahwa Critique of Pure Reason bukanlah kritik terhadap penalaran murni, melainkan untuk memperlihatkan bahwa nalar murni adalah pengetahuan tertinggi yang bisa kita peroleh a priori. Critique of Pure Reason juga menunjukkan bahwa nalar juga memiliki batasan, dan tugas pengetahuan empiris adalah membuktikan dan menjelaskan pengetahuan kita itu agar dia tidak jatuh menjadi dogma semata. Pada saat yang sama Kant menjelaskan batasan dunia empiris dan juga batasan dunia metafisika.

Kant berhasil membedakan pengetahuan sintetis dan a priori dari analitis dan a posteriori. Dia memberi 4 definisi yang berbeda. Karena hanya kebenaran a priori yang bersifat universal, seperti dalam ruang dan waktu, maka kebenaran sejati pastilah a priori. Pengertian semacam ini memberi argumen terhadap kebenaran a priori. Karena keterbatasan indra kita, maka tugas pengetahuan empiris adalah menjelaskan keterbatasan metafisika kita. Kedua hal ini sebenarnya saling terkait.

Menurut saya, Kant sebenarnya tidak pernah ingin menolak pengetahuan yang kita peroleh melalui pengamatan empiris, dia hanya ingin menunjukkan bahwa pengetahuan empiris saja tidak cukup untuk sampai kepada pengetahuan murni. Kenyataan adalah gabungan dari kedua pengetahuan a priori dan a posteriori, antara sintetis dan analitis.

Kant sebenarnya sudah sangat maju dalam pemikirannya, bahwa menurutnya, pikiran kita tidak hanya menerima objek yang ada di sekitar kita, tetapi pikiran kita justru aktif memberi makna terhadapnya. Pengertian yang sesungguhnya dari suatu objek bisa terdistorsi oleh indra perasa kita sehingga kita tidak akan bisa sampai kepada pengertian yang sesungguhnya melalui pengamatan saja. Pengetahuan empiris adalah seperti pelengkap ke dalam dunia pengetahuan a priori yang sudah lebih dulu ada.

Melalui analisisnya, Kant berhasil menunjukkan bahwa prinsip dasar dalam matematika justru berasal dari pengetahuan a priori. Namun pengetahuan a priori ini tidak bisa murni kita terima seperti yang kita harapkan. Instrumen perasa dan nalar kita yang terbatas membuat kita membutuhkan keduanya penguji pengetahuan a priori dan analitis.Ada yang mengkritik Kant dengan mengatakan bahwa Kant tidak pernah menjelaskan matematika dari sisi empiris. Ketika Kant menjelaskan matematika dari nalar, maka dia akan menemukannya secara a priori, sementara matematika adalah pengetahuan yang membutuhkan pembenaran secara analitis, tanpanya kita tidak tahu apakah pengetahuan a priori itu benar atau tidak.

Salah satu kritik yang hendak saya ajukan adalah prinsip Kant yang memandang ruang dan waktu sebagai tak terhingga dan hanya satu. Berbagai teori baru dalam dunia fisika sepertinya menunjukkan bahwa di balik ruang yang kita tempati sekarang, ada ruang lain yang juga berjalan pada waktu bersamaan. Teori ini tetap masih harus dibuktikan. Ada juga teori lain yang berargumen bahwa pada waktu yang sama, ada waktu lain yang berjalan beriringan, dan ada jumlah waktu yang tak terbatas yang berjalan beriringan tanpa memengaruhi satu dengan yang lain. Hal ini juga masih harus terus diuji melalui penemuan baru di bidang sains.

3 komentar: