Rabu, 10 November 2021

Penggunaan Fitur Rumah Belajar pada Pembelajaran Discovery


 Halo sahabat rumah belajar,

    Bagaimana kabarnya? Semoga baik yaa. Apakah bapak/ibu guru pernah mengajar dengan menggunakan fitur rumah belajar? Terutama pada penggunaan laboratorium Maya. Disini saya akan berbagi pengalaman saya menggunakan fitur Rumah Belajar Laboratorium Maya dengan pada pembelajaran fisika di SMKN 1 Kasongan kelas X Teknik Kendaraan Ringan dan Otomotif.

    Awal pembelajaran, siswa saya beri stimulus tentang pentingnya kerja bakti dan apa saja yang dilakukan ketika kerja bakti. Siswa mengidentifikasi apa saja kelebihan dari kerja bakti yaitu memudahkan pekerjaan, pekerjaan lebih cepat sampai dan banyak lagi hal-hal positif. Siswa sangat antusias menjawab berbagai pertanyaan dari guru. Kemudian saya bertanya kepada siswa, apa hubungan kerja bakti dengan materi Hukum II yang akan kita pelajari? siswa menjawab dengan antusias, bahwa semakin banyak yang diberikan maka pekerjaan akan cepat selesai. Guru memberikan kesempatan siswa untuk menulis hipotesis hubungan gaya dengan percepatan benda. Kemudian siswa melakukan pengambilan data dengan menggunakan laboratorium maya. awalnya siswa merasa kesulitan dalam menggeser-geser benda. karena butuh ketelitian dan ketekunan, dari sini siswa diajarkan untuk bersikap kerja keras dan tidak mudah menyerah serta berpikir kreatif dalam melaksanakan tugas.


 

Rabu, 20 Januari 2021

Review Buku "The Critique of Pure Reason" Karya Immanuel Kant

 Kant memberi pendahuluan dengan pernyataan bahwa pengetahuan dimulai dari pengalaman, namun tidak berarti bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman. Pertanyaan Kant adalah apakah ada pengetahuan yang bebas dari pengalaman indra manusia. Menurutnya, a priori adalah “is absolutely so of all experience, pure knowledge.” Sedangkan a posteriori berasal dari pengamatan dan pengalaman, dan berasal dari metode induksi. Kebenaran a priori dibagi dua, yaitu judgment a priori, yaitu sebuah kebenaran apabila kita memiliki sebuah proposisi yang mengandung ide kepentingan dalam konsepsinya; sementara itu absolut a priori adalah kebenaran yang tidak datang dari proposisi apapun.

Kant berusaha membela pendapatnya ini dari Hume, yang memang beranggapan bahwa semua pengetahuan berasal dari a posteriori. Argument Kant adalah bahwa ada pengetahuan yang memang sudah ada a priori tanpa kita perlu mengamati untuk mengetahui bahwa pengetahuan itu adalah benar.

Pertanyaan selanjutnya adalah, Bagaimana pengetahuan kita bisa sampai kepada pengertian a priori ini, dan sejauh apa kebenaran yang dimilikinya (5)? Kant menganggap bahwa pengetahuan a posteriori adalah keinginan manusia untuk merasa nyaman dalam pengetahuan yang mereka bisa selidiki dan pahami. Manusia takut untuk bertanya dan menjawab kontradiksi yang tidak bisa mereka buktikan secara empiris.

Menggunakan teori gua Plato, Kant mengungkapkan bahwa pengetahuan sesungguhnya berada di luar indra perasa manusia yang terbatas. Semua pengetahuan kita sebenarnya sudah ada tanpa harus melalui pengalaman, justru pengamatan hanya akan mendistorsi atau menguatkan pengetahuan yang sudah kita miliki sebelumnya.

Kant kemudian membedakan antara penilaian analitis dan sintetis. Penilaian analitis adalah mereka yang predikat dan subjeknya dihubungkan oleh identitas misalnya "semua tubuh itu berat”; sementara ketika predikat dan subjek dihubungkan tanpa identitas dia disebut sebagai penilaian sintetis, misalnya “semua tubuh akan bertumbuh”. Penilaian sintetis bisa diperoleh tanpa pengamatan dan sudah ada secara a priori.

Dengan pemahaman ini, Kant lebih jauh berargumen bahwa dalam semua ilmu sains, pengetahuan a priori adalah prinsip dasar dalam menentukan langkah selanjutnya. Dia menunjukkannya dalam bidang matematika, fisika, dan metafisika. Semua hasil matematika adalah pengetahuan a priori, yang kemudian diamati dan dibuatkan langkah menuju pengetahuan itu. Kant memberi dua contoh: misalnya “7+5 = 12”, dan “garis lurus antara dua titik adalah jarak terpendek antara keduanya.” Kedua pengetahuan ini kita ketahui tanpa menyelidikinya. Penelitian lebih lanjut hanya membantu kita memastikan pengetahuan ini. Meskipun ada beberapa perhitungan matematis yang muncul dari pengetahuan analitis, kita hanya bisa membuktikannya melalui pengamatan sesudah kita menerima rumus tersebut secara a priori. Dalam fisika, banyak rumus dan presuposisi yang diberikan berasal dari pengetahuan a priori, dan demikian juga dalam metafisika.

Pertanyaan penting selanjutnya adalah, bagaimana pengetahuan sintetis secara a priori adalah mungkin? Di sini Kant mengkritik Hume yang menurutnya tidak pernah sampai kepada ilmu yang murni. Menurut Hume, ilmu metafisika, di mana semua hal memiliki akibat terhadap yang lain, adalah sebuah pemikiran yang tidak rasional. Menurut Hume metafisika muncul dari nalar atau pemikiran yang berlebihan yang muncul dari pengalaman namun diberi penjelasan seolah-olah dia berasal dari logika.

Kant berhasil menunjukkan perbedaan antara a priori dan a posteriori dan mempertahankan pentingnya pengetahuan a priori. Di bab awal ini Kant memberikan garis besar mengenai apa yang dia mau tulis dalam bukunya. Satu hal yang penting untuk dicatat dalam membaca Kant lebih lanjut adalah bahwa Critique of Pure Reason bukanlah kritik terhadap penalaran murni, melainkan untuk memperlihatkan bahwa nalar murni adalah pengetahuan tertinggi yang bisa kita peroleh a priori. Critique of Pure Reason juga menunjukkan bahwa nalar juga memiliki batasan, dan tugas pengetahuan empiris adalah membuktikan dan menjelaskan pengetahuan kita itu agar dia tidak jatuh menjadi dogma semata. Pada saat yang sama Kant menjelaskan batasan dunia empiris dan juga batasan dunia metafisika.

Kant berhasil membedakan pengetahuan sintetis dan a priori dari analitis dan a posteriori. Dia memberi 4 definisi yang berbeda. Karena hanya kebenaran a priori yang bersifat universal, seperti dalam ruang dan waktu, maka kebenaran sejati pastilah a priori. Pengertian semacam ini memberi argumen terhadap kebenaran a priori. Karena keterbatasan indra kita, maka tugas pengetahuan empiris adalah menjelaskan keterbatasan metafisika kita. Kedua hal ini sebenarnya saling terkait.

Menurut saya, Kant sebenarnya tidak pernah ingin menolak pengetahuan yang kita peroleh melalui pengamatan empiris, dia hanya ingin menunjukkan bahwa pengetahuan empiris saja tidak cukup untuk sampai kepada pengetahuan murni. Kenyataan adalah gabungan dari kedua pengetahuan a priori dan a posteriori, antara sintetis dan analitis.

Kant sebenarnya sudah sangat maju dalam pemikirannya, bahwa menurutnya, pikiran kita tidak hanya menerima objek yang ada di sekitar kita, tetapi pikiran kita justru aktif memberi makna terhadapnya. Pengertian yang sesungguhnya dari suatu objek bisa terdistorsi oleh indra perasa kita sehingga kita tidak akan bisa sampai kepada pengertian yang sesungguhnya melalui pengamatan saja. Pengetahuan empiris adalah seperti pelengkap ke dalam dunia pengetahuan a priori yang sudah lebih dulu ada.

Melalui analisisnya, Kant berhasil menunjukkan bahwa prinsip dasar dalam matematika justru berasal dari pengetahuan a priori. Namun pengetahuan a priori ini tidak bisa murni kita terima seperti yang kita harapkan. Instrumen perasa dan nalar kita yang terbatas membuat kita membutuhkan keduanya penguji pengetahuan a priori dan analitis.Ada yang mengkritik Kant dengan mengatakan bahwa Kant tidak pernah menjelaskan matematika dari sisi empiris. Ketika Kant menjelaskan matematika dari nalar, maka dia akan menemukannya secara a priori, sementara matematika adalah pengetahuan yang membutuhkan pembenaran secara analitis, tanpanya kita tidak tahu apakah pengetahuan a priori itu benar atau tidak.

Salah satu kritik yang hendak saya ajukan adalah prinsip Kant yang memandang ruang dan waktu sebagai tak terhingga dan hanya satu. Berbagai teori baru dalam dunia fisika sepertinya menunjukkan bahwa di balik ruang yang kita tempati sekarang, ada ruang lain yang juga berjalan pada waktu bersamaan. Teori ini tetap masih harus dibuktikan. Ada juga teori lain yang berargumen bahwa pada waktu yang sama, ada waktu lain yang berjalan beriringan, dan ada jumlah waktu yang tak terbatas yang berjalan beriringan tanpa memengaruhi satu dengan yang lain. Hal ini juga masih harus terus diuji melalui penemuan baru di bidang sains.

FIlsafat Pendidikan

Ideologi pendidikan di Indonesia memiliki pengalaman mulai dari merdeka hingga sekarang. Pengalaman dari masa konservatif, hingga sekarang yang serba modern. Jika kita melangkah mundur sedikit, ideologi pendidikan di Indonesia, mulanya dibawa oleh penjajah dengan menekankan pembelajaran konservatif. Untuk anda yang sering menonton sinema seperti "Bumi Manusia", kita akan melihat masa lalu dimana pendidikan indonesia berpusat pada guru. Siswa menghafal kosa-kata bahasa belanda, atau menghafal rumus-rumus matematika. Asumsi penulis saat itu, model-model pembelajaran inovatif memang masih belum banyak berkembang. Hingga ditetapkannya kurikulum-kurikulum pun, masih anda bayangkan kan ketika SD, anda masih belajar dengan guru sebagai peran utamanya. Anda hanya duduk dan mendengarkan. Seiring berganti kurikulum, Indonesia pernah menggunakan kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum ini menekankan kompetensi yang dimiliki oleh siswa agar dapat dipakai untuk memecahkan masalah sehari-hari. Hal ini sesuai dengan ideologi pendidikan liberal, dimana pendidikan bertujuan untuk melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial yang ada, dengan melakukan pembelajaran untuk menghadapi persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Apa saja yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari biasanya dekat dengan karir seseorang. Hal ini lah yang menjadi dasar munculnya berbagai macam jurusan-jurusan SMK, yang dulu namanya hanya STM dan SMEA. Kebutuhan-kebutuhan Indonesia terus bertambah dan pembelajaran dikelas dituntut untuk inovatif. Ideologi pendidikan di Indonesia mulai masuk dari berbagai arah. Kurikulum KBK diganti lagi dengan KTSP, dimana sekolah yang mengatur kurikulumnya sendiri. Ideologi humanist, progressive, humanist dan sosialis melebur di kelas. Guru dan siswa bersama-sama mencari fakta dengan melakukan praktikum, pembelajaran dituntut untuk meningkatkan kemampuan abad 21, dan pendidikan sudah dapat diakses oleh semua masyarakat pun mereka yang dari kalangan tidak mampu.

Sebagai manusia, pendidikan layaknya makan. Tanpa makan, manusia tidak akan bisa hidup. dari bayi pun, kita butuh pendidikan. Hakikat pendidikan itu sendiri memiliki sebuah makna bahwa manusia adalah manusia saat dirinya berkembang, berubah dan merdeka. Bayangkan jika seorang bayi tidak diajarkan cara berbicara atau diajarkan cara berbicara layaknya kucing, pasti sampai dewasa, dia akan berbicara seperti kucing. Pendidikan sangatlah vital dalam kehidupan. Manusia diajarkan berbagai macam hukum dan teori. Mulai dari hukum alam hingga hukum di satuan pendidikan. Mulai teori sehari-hari seperti cara mencuci atau melipat baju, hingga teori yang kompleks seperti di fisika. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup manusia itu sendiri.

Apa saja yang perlu ditingkatkan oleh manusia pada ranah pendidikan? Yang pertama keluasan pengetahuan dalam diri. Hal ini dapat dilakukan dengan membaca, bereksperimen, dan berdiskusi dengan teman. Kedua, kebenaran yang dipilihi. Seseorang yang semakin kaya akan pengetahuan, dapat memilah-milah mana yang benar dan mana yang salah. Mereka penuh dengan pertimbangan. Tidak langsung menjudge di depan mata secara langsung. Ketiga, proses berpikir. Semakin banyak pengalaman yang didapat seseorang. Proses berpikirnya juga akan semakin tinggi dan dia mungkin dapat dengan mudah menganalisis dan mengevaluasi suatu masalah. Dan yang terakhir adalah perilaku sosial. Semakin dalam pengetahuan seseorang, maka perilakunya akan semakin baik. karena dia tau mana yang benar dan mana yang salah.

Dalam pendidikan abad 21 ini, seseorang dihadapkan dengan berbagai masalah yang timbul. Masalah-masalah ini sebenarnya membentuk suatu pola dan hubungan dengan penyelesainnya. Pola dan hubungan ini kadang tidak kita temukan karena tingkat berpikir kita yang masih kurang matang. Kemampuan problem solving pun menjadi salah satu alternatif. Problem solving adalah salah satu bagian dari proses berpikir yang berupa kemampuan untuk memecahkan persoalan. Terminologi problem solving digunakan secara ekstensif dalam psikologi kognitif, untuk mendeksripsikan ‘semua bentuk dari kesadaran/ pengertian/kognisi’. Dalam pemecahan masalah seseorang harus merecall/mengundang kembali aturan-aturan yang lebih rendah (subordinate) maupun informasi-informasi yang relevan, yang diasumsikan telah dipelajari sebelumnya. Ketika aturan yang lebih tinggi tingkatannya telah diperoleh, maka dia sangat dimungkinkan akan menggunakannya dalam situasi yang secara fisik berbeda namun secara formal mirip. Dengan perkataan lain, aturan baru yang lebih kompleks yang telah diperoleh itu akan memungkinkan terjadinya transfer belajar.

Moral apa saja yang dihasilkan dari menjadi pebelajar? Ada berbagai hal yang ingin manusia capai. Harta, cita-cita, kedudukan, dan masih banyak lagi. Namun, pencapaian dari dalam diri yang dikarsakan kepada masyarakat berupa apa? Moral. Seseorang dapat mengetahui mana hal baik dan hal buruk. Nilai moral baik adalah nilai yang dikaitkan dengan kesesuaian antara harapan dan tujuan hidup manusia dalam menjalankannya bisa ditinjaun dari kaidah sosial masyarakat. Jenis nilai moral selanjutnya adalah tentang keburukan, yang artinya lawan kata dengan istilah kebaikan. Nilai ini dianggap menyimpang terhadap keteratan sosial, selain itu dampak yang ditimbulkan akan menciptakan masalah-masalah sosial yang akan terjadi. Baik dan buruk adalah sesuatu yang beririsan. Agar kita memiliki kebaikan, kita harus tau mana sesuatu yang buruk. Selanjutnya adalah pemikiran pragmatisme. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pegangan pragmatisme ialah logika pengamatan. Dengan belajar, kita bisa mengolah informasi yang datang, dan menjadikan itu sebagai pengetahuan. Pragmatisme menjadi sesuatu hasil yang menjadikan kita berpikir ilmiah dan mampu mengambil keputusan dari kejadian-kejadian empiris. Berikutnya adalah kemanusiaan. Dalam aktifitas pendidikan, asas kemanusiaan memiliki fungsi yang sangat penting, karena betapapun juga berkaitan erat dengan pihak-pihak di dalamnya. Termasuk salah satu tujuan yang hendak dicapai adalah meningkatkan harkat dan martabat manusia itu sendiri. Bagaimana konsepsi Panca Dharma sehubungan dengan realitas asas kemanusiaan ini, antara lain tercermin dari pernyataan sebagai berikut: darma tiap-tiap manusia adalah mewujudkan kemanusiaan, yang berarti kemajuan manusia lahir batin dalam tingkat yang setinggi-tingginya, dan juga berarti bahwa kemanusiaan yang tinggi itu dapat dilihat pada kesucian hati orang dan ada rasa cinta kasih terhadap sesama manusia dan makhluk Tuhan seluruhnya, tetapi bukan cinta kasih yang bersifat melemahkan hati, melainkan berupa keyakinan akan adanya hukum kemajuan yang meliputi alam semesta. Yang terakhir adalah keadilan dan kebebasan. Plato mendefinisikan keadilan sebagai “the supreme virtue of the good state”, sedang orang yang adil adalah “the self diciplined man whose passions are controlled by reasson”. Bagi Plato keadilan tidak dihubungkan secara langsung dengan hukum. Baginya keadilan dan tata hukum merupakan substansi umum dari suatu masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Hardono Hadi membedakan kebebasan menjadi dua arti, kebebasan negatif dan kebebasan positif. Kebebasan yang pertama berarti “bebas dari…”. Kebebasan dalam arti ini berarti absennya paksaan, rintangan, dan kontrol ketat orang lain atas pilihan kita. Kebebasan yang kedua berarti “bebas untuk”. Kebebasan yang diartikulasikan sebagai proses memilih untuk dirinya dan bertindak berdasarkan inisiatif pribadi dalam konteks aktivitas atau kegiatan khusus, seperti kebebasan untuk berekpresi, kebebasan untuk berserikat, dan lain sebagainya. Lebih tegasnya Hardono hadi menjelaskan bahwa kebebasan positif adalah usaha untuk mengidentikan keadaaan-keadaan khusus kegiatan manusia dimana hak dan kemampuan bagi individu untuk memilih dan berinisiatif benarbenar mendapat perhatian (P. Hardono Hadi, 1996: 157).

Nilai instriksi dari suatu mata pelajaran adalah bagaimana dia bisa meningkatkan kemampuan pebelajar baik kognitif, afektif maupun psikomotorik. Nilai Instrinsik adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan, atau suatu tujuan ataupun demi kepentingan benda itu sendiri. Nilai intrinsik merupakan rasa puas yang dirasakan seseorang ketika melakukan suatu tugas. Pekerjaan yang menantang, mendukung kreativitas dan memberikan kebebasan berada dalam lingkungan yang dinamis merupakan faktor intrinsik. Sedangkan nilai ekstrinsik adalah bagaimana pemikiran pebelajar bisa mempengaruhi lingkungan sekitarnya. ekstrinsik berasal dari luar (tentang nilai mata uang, sifat manusia, atau nilai suatu peristiwa) bukan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sesuatu tidak termasuk intinya. nilai suatu benda (obyek) yang menjadi alat atau saran untuk sesuatu yang lain (Liang Gie, 1976). Nilai ekstrinsik adalah sifat kebaikan suatu benda sebagai alat yang memiliki fungsi tertentu.

 

Jumat, 18 Desember 2020

Review Bacaan Tentang Filsafat

 1. Atmospir oleh Marsigit UNY
Sesuaikan hal-hal di sekitar kita. Kita perlu untuk beradaptasi dengan lingkungan. Tidak memaksakan hal-hal yang tidak sesuai dengan kita.


2. FALLIBISME oleh Marsigit UNY
Tidak perlu semua hal perlu kita kuasai jika memang belum waktunya. Semuanya ada waktunya untuk kita bisa asal kita berusaha. Dalam tulisan ini, bertujuan untuk berusaha sebaik mungkin meskipun kita gagal


3. Filsafat Penjumlahan oleh Marsigit UNY
Karena kegiatan menjumlah atau menambahkan adalah kegiatan intuisi tentang ruang dan waktu.


4. Filsafat Pembagian oleh Marsigit UNY
Kegiatan membagi adalah kegiatan mengisi setiap wadah dengan banyak bilangan satuan yang sama


5. Ujian Keikhlasan oleh Marsigit UNY
Melihat semua kebaikan dan keburukan dari sisi postifinya. Togog merupakan sosok yang berpikir positif walaupun sudah diberi cobaan


6. Landasan oleh Marsigit UNY
Seyogyanya kita sebagai manusia harus memiliki landasan untuk hidup. Apapun di dunia ini mempunyai landasan sehingga dapat berdiri

Sholat Jumat Berangkat Setelah Ceramah, Bagaimana Ini Auguste Comte?

 

Selama WFH ini, saya sudah hampir 4 bulan di rumah. Mengerjakan semuanya di rumah, mulai dari urusan pekerjaan hingga perkuliahan. Tapi untuk urusan shalat, saya masih mengerjakan shalat berjamaah. Ada hal unik disini. Saya selalu berangkat shalat jumat sebelum ceramah dimulai. Biasanya adzan berkumandang saya sudah siap untuk ke masjid. Saya punya keponakan laki-laki di rumah. Umurnya sekitar 16 tahun sekarang. Di sekolah saya yakin sudah diajarkan bahwa jika datang ke masjid setelah ceramah di mulai maka malaikat tidak akan mencatatnya sebagai pahala. Hal unik terjadi ketika saya mengajak adik saya untuk shalat, dia berkata 'sebentar, masih jam segini'.

Pemikiran itu mulai menggoyahkan saya. Bukan menggoyahkan iman, tapi rasa ingin tahu kenapa adik saya berpikiran seperti itu. Hingga Prof Marsigit memberikan kuliah pertama Filsafat tentang konsep dari Augute Comte. Auguste Comte meletakkan sisi teologi di urutan paling bawah sebagai penyusun tatanan dunia. Menurutnya sisi ketuhanan merupakan hal tidak rasional dan perlu ditanyakan keberadaannya. Hal ini mungkin tidak sesuai dengan budaya Indonesia yang masih percaya adanya hal gaib.

Analisis saya tentang adik saya adalah dia masih belum menemukan kegaiban itu sendiri. Tuhan itu ada, tapi kita tidak bisa menginderanya karena keterbatasan kita sebagai manusia. Adik saya masih belum menemukan manfaat ceramah jumat dengan inderanya. Jadi hal gaib dan manfaat ceramah jumat hampir sama dalam konteks disini, sama-sama tidak bisa dicerna dengan indera adik saya. Apakah manfaat ceramah jumat adalah hal gaib? Bagi adik saya mungkin iya karena dia masih belum menemukan dirinya sebagai manusia seutuhnya. Dia masih perlu untuk belajar dan menghargai waktu sebaik mungkin mumpung masih muda.

Auguste Comte dengan teorinya mengungkapkan bahwa ilmu pengetahuan menjadi landasan tatanan dunia ini sangat dapat dikaitkan dengan keadaan adik saya yang datang ke masjid setelah ceramah karena dia tidak tau manfaat dari ceramah itu. Adik saya berpikir realistis bahwa dia tidak perlu menunggu di masjid hanya untuk duduk dan mendengarkan apa yang tidak dipahaminya. Sehingga dia tanpa beban akan meninggalkan hal yang menurutnya tidak berpengaruh terhadap dirinya. Namun, adik saya tidak mencari lagi, mengapa dia harus pergi sholat jumat sebelum ceramah? Auguste Comte juga mengajarkan paham empirisme bahwa semua perlu dibuktikan dengan empiris melalui indera. Hal-hal yang tidak kita rasakan memang sulit untuk dipikirkan kendati itu penting bagi kita. Berbagai macam bentuk persepsi berbeda yang masuk melalui indera, tidak hanya diolah melalui indera saja, tapi juga dengan intuisi. Apa yang harus saya lakukan, apa yang harus adik saya lakukan. Hukum Newton itu penting, tapi lebih penting lagi, mengapa kita harus belajar Hukum Newton. Ceramah jumat itu penting, tapi kenapa kita harus mendengarkan ceramah jumat.

 

Sekian jika ada salah kata mohon dimaklumi.